Jumat, 29 Juni 2012


Bupati Banggai Kepulauan, Drs. Lania Laosa, (tengah) bersama Ketua IPBK Palu, Moh. Iqra dan Sekretaris IPBK Palu, Nasrullah Nawawi, di sesaat setelah acara Silaturahmi Pemerintah Daerah Bangkep dengan Pengurus IPBK Palu-Sulteng di Restoran Kampoeng Nelayan (Palu, 27 Juni 2012)

Minggu, 24 Juni 2012

Monumen Jayawijaya Trikora Salakan : Simbol Perjuangan Merebut Irian Barat

Keberadaan Monumen Jayawijaya yang tegak berdiri dengan megah di atas bukit Trikora Salakan, ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan tidak banyak diketahui masyarakat secara luas . Bahkan masyarakat Sulawesi Tengah sendiri juga tidak banyak yang mengetahui mengapa monumen tersebut dibangun di kota Salakan. Padahal Monumen Jayawijaya merupakan simbol perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kembali Irian*) Barat yang dikuasai Belanda ke pangkuan ibu pertiwi, setelah pengakuan kedaulatan kepada Republik Indonesia.
Mengenai persoalan Irian Barat, berdasarkan kesepakatan dalam sejumlah perundingan maupun melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Belanda dan Indonesia serta usaha-usaha melalui PBB, wilayah Irian Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia. Namun Belanda tidak mematuhinya.
Karena alasan itu, setahun kemudian atau tepatnya pada tanggal 27 Desember 1950 Indonesia akhirnya menjadikan tanggal tersebut sebagai titik tolak perjuangan pembebasan Irian Barat. Sejak itu berbagai upaya dalam bidang diplomasi dilakukan Indonesia. Namun tiap kali tuntutan nasional tersebut di
sampaikan kepada Balanda, selalu mengalami kegagalan.
Dengan maksud untuk lebih menyebarluaskan sejarah mengenai keberadaan Monumen Jayawijaya tersebut, Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan telah menerbitkan buku “Monumen Jayawijaya Trikora Salakan” yang ditulis oleh Wartawan Senior Sulawesi Tegah Soeria Lasny. Diharapkan generasi muda mendatang akan lebih mengenal perjuangan yang telah dilakukan para pendahulu mereka untuk mempertahankan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Repbulik Indonesia dari kekuasaan kolonialisme.

*). Ketika itu Belanda berniat memasukan Papua Barat kedalam Negara Indonesia Timur (NIT) yang sebelumnya terdiri dari Bali, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Frans Kaisepo menentang maksud Balanda tersebut. Ia mengganti istilah Papua dari Nederlands Nieuwe Guinea (nama yang diberikan Belanda untuk Papua) dengan kata IRIAN (Ikut Republik Indonesia Anti Nederlands). Dalam operasi militer setelah Presiden Soekarno mengumumkan Trikora, ia ikut aktif membantu Angkatan Perang RI mendarat di Papua Barat.

Proyek di Bangkep Banyak Bermasalah

Radar Sulteng edisi Sabtu, 23 Juni 2012

Proyek di Bangkep Banyak Bermasalah

** DPRD Nilai Pengawasan dan Perencanaan Lemah

PROYEK BERMASALAH:Suasana rapat dengar pendapat antara DPRD dengan sejumlah SKPD teknis terkait sejumlah proyek bermasalah di Bangkep.BARNABAS LOINANG
BANGKEP – Komisi II DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bangkep dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bangkep. RDP itu digelar lantaran proyek-proyek yang dikerjakan oleh dua dinas itu diduga banyak yang bermasalah dan mendapat sorotan dari masyarakat setempat.
Beberapa proyek bermasalah yang dilontarkan anggota dewan komisi II, salah satunya adalah jebolnya tanggul di dekat kantor Bupati dan proyek jalan di beberapa desa. Jebolnya tanggul yang terjadi pada tahun anggaran 2011 periode bupati lama disoroti dewan karena bermasalah dan tidak disertai perencanaan yang baik.
Delmard Siako SMd, anggota Komisi II DPRD Bangkep mengatakan, seharusnya pembangunan tanggul itu, kontraktornya mengetahui kondisi dan jenis tanah sehingga tanggul tidak jebol.  “Dengan jebolnya tanggul itu, maka Dinas Bina Marga harus tanggung jawab. Jadi jangan mengatakan jebolnya karena faktor alam saja. Dengan melihat jebolnya tanggul itu menandakan pengawasan oleh Dinas Bina Marga tidak pernah dilakukan,” ujar Delmard.
Hal senada dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi II Ronald Gulla ST. Ronald mengingatkan kepada Kepala Dinas Bina Marga agar lebih memperketat pengawasan pada pengerjaan sejumlah proyek. Dia mengaku mendapatkan sejumlah proyek yang dikerjakan asal-asalan, seperti proyek pengaspalan jalan yang dikerjakan waktu hujan. Parahnya, pengerjaan yang salah itu tidak ada pengawas dari dinas yang bersangkutan.
Kata Ronald, SKPD teknis harus berani menegur kontraktor yang nakal. Teguran bukan hanya teguran tertulis saja, tetapi perlu ada upaya nyata, misalnya dimasukkan dalam daftar hitam (black list) yang juga harus ditembuskan kepada pihak ULP dan Inspektorat, sehingga memberi efek jera bagi kontraktor yang kurang memperhatikan masalah pembangunan alias hanya memperhatikan masalah pribadi. “Saya tahu permainannya sampai asal-asalan begitu. Tapi jangan sampai talalo ancor begitu,” ujar Ronald yang mengaku pernah menjadi kontraktor tersebut.
Hearing komisi II itu juga dihadiri oleh Sekretaris Komisi II Ramalan SE dan anggota Uturinus SE dan Aldi Dg Liwang SH MM. Sementara dari dinas, Kadis Bina Marga Drs Rusli Uda’a hadir, Kadis Cipta Karya dan Tata Ruang tidak hadir dan hanya diwakili oleh kepala bidangnya.
Kepada Radar Sulteng, Rusli Uda’a membenarkan bahwa komentar para wakil rakyat tersebut sudah tepat, sehingga masalah itu perlu menjadi perhatian. “Saya berjanji akan tingkatkan pengawasan. Saya juga, kalau ada pengawas yang tidak baik akan diberikan sanksi. Selama ini saya akui pengawasan tidak maksimal dan ke depannya sebelum pekerjaan dimulai akan ada pembekalan kepada pengawas,” tandasnya.(bar)