Pendahuluan
Pengetahuan bukan merupakan ilmu. Terdapat beberapa hal yang harus
dipenuhi bagi suatu pengetahuan yang kredibel, atau memenuhi
syarat-syarat ilmiah antara lain harus bersifat empiris, verivikatif,
non-normatif, transmissible, general, dan explanotory. Di samping itu
ilmu juga harus menekankan aspek ontologi, epistomologi, dan aksiologi.
Ia harus bersifat ilmiah, sistematis, mempunyai metode, objek kajian,
lokus, dan fokus tertentu Dalam kaitannya dengan pemahaman ilmu di atas,
ilmu komunikasi sering mendapatkan keraguan dalam keberadaan dan
keeksistensiannya sebagai ilmu di tengah kemajuan teknologi informasi
saat ini. Hal ini mungkin salah satunya disebabkan perkembangan historis
komunikasi menjadi sebuah ilmu melalui tahapan dimensi waktu yang
terlalu jauh (berdasarkan pemahaman catatan sejarah perkembangan ilmu
komunikasi di daratan Amerika).
Perkembangan komunikasi sebagai ilmu selalu dikaitkan dengan
aktifitas retorika yang terjadi di zaman Yunani kuno, sehingga
menimbulkan pemahaman bagi pemikir-pemikir barat bahwa perkembangan
komunikasi pada zaman itu mengalami masa kegelapan (dark ages) karena
tidak berkembang di zaman Romawi kuno. Dan baru mulai dicatat
perkembangannya pada masa ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg
(1457). Sehingga masalah yang muncul adalah, rentang waktu antara
perkembangan ilmu komunikasi yang awalnya dikenal retorika pada masa
Yunani kuno, sampai pada pencatatan sejarah komunikasi pada masa
pemikiran tokoh-tokoh pada abad 19, sangat jauh. Sehingga sejarah
perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri terputus kira-kira 1400 tahun.
Padahal menurut catatan lain, sebenarnya aktifitas retorika yang
dilakukan pada zaman Yunani kuno juga dilanjutkan perkembangan
aktifitasnya pada zaman pertengahan (masa persebaran agama). Sehingga
menimbulkan asumsi bahwa perkembangan komunikasi itu menjadi sebuah ilmu
tidak pernah terputus, artinya tidak ada mata rantai sejarah yang
hilang pada perkembangan komunikasi. Makalah ini ingin mengangkat zaman
persebaran agama yang berlangsung antara rentang waktu tersebut (zaman
pertengahan) menjadi bagian dari perkembangan ilmu komunikasi. Sehingga
zaman pertengahan menjadi jembatan alur perkembangan komunikasi dari
zaman yunani kuno ke zaman renaissance, modern, dan kontemporer.
Pembahasan
Telah disinggung di atas bahwa fenomena komunikasi berkembang dan
tercatat kembali pada awal ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg
(1457). Padahal, pada abad-abad sebelumnya, aktifitas komunikasi sudah
berkembang cukup pesat yang berlangsung di zaman pertengahan (persebaran
agama). Mungkin masa ketika diketemukannya mesin cetak itu sendiri
terjadi di zaman renaissance, dimana pemikiran-pemikiran ilmuwan telah
bebas dari dogma-dogma agama. Sehingga mereka tidak menyinggung masa
persebaran agama sebagai bagian dari sejarah perkembangan komunikasi itu
sendiri. Rentang waktu antara tahun 500 SM (masa-masa pemikiran
retorika di Yunani kuno) sampai pada penemuan mesin cetak (1457 M)
merupakan abad-abad dimana terdapat proses perkembangan komunikasi yang
dalam hal ini berbentuk ajaran dan keyakinan suatau agama (yang tentu
pula tidak dapat dipungkiri bahwa dalam aktifitas persebaran ajaran
agama, retorika dan bentuk komunikasi lainnya cenderung berperan besar
dalam mengubah keyakinan seseorang). Sehingga tidak menyalahi aturan
kalau makalah ini mencoba mengangkat masa penyebaran agama dan
ajaran-ajaran bijak yang berlangsung antara rentang waktu tersebut
dijadikan sebagai bagian dari mata rantai sejarah yang hilang dari
perkembangan ilmu komunikasi itu.
Pada awalnya perkembangan komunikasi yang terjadi di zaman Romawi
(sebagai perkembangan dari Yunani kuno sekitar tahun 500 SM-5 M)
mengalami kendala, karena pada masa itu Romawi mengalami masa kegelapan
(dark ages). Padahal, masa kegelapan yang terjadi di Eropah ini
merupakan sisi lain dari masa keemasan peradaban Islam, dimana pada masa
ini perkembangan ilmu pengetahuan (termasuk aktifitas komunikasi) cukup
signifikan. Selain itu, perkembangan komunikasi juga sangat maju pesat
di Cina yang telah dimulai pada tahun 550 SM. Memang, aktifitas
komunkasi dalam bentuk retorika yang berlangsung di Cina dan Islam ini
lebih menekankan pada penyebaran ajaran dan keyakinan. Berbeda di Yunani
dan Romawi yang lebih bersifat politis. Salah satu ajaran yang
berkembang yaitu ajaran konfusiunisme di Cina. Kong hu Cu (bagian dari
konfusianisme) lahir pada sekitar 550 SM yang ajarannya telah berusia
2000 tahun. Konfusius mulai mengajarkan filsafat hidupnya ketika Cina
masih terpecah-pecah. Dalam penyebarannya, komunikasi yang dilakukan
sudah sangat maju setelah ditemukannya kertas oleh Ts’ai Lun (105 M).
Namun, ketika dinasti Qin (215 SM-206 SM), kaisar Qin Shi Hung melarang
ajaran Konfusianisme, sehingga banyak buku-buku yang dibakar. Namun,
ketika masa dinasti Han (206 SM-220 M), konfusianisme mulai mencapai
masa emasnya kembali. Misalnya dengan didirikannya semacam Imperial
University yang meninggalkan kitab-kitab ajaran konfusianisme seperti
kitab Shi Ching (kumpulan lagu-lagu), Shu Ching (dokumen-dokumen), I
Ching (buku ahli ramalan), Ch’un Ch’iu (peristiwa penting), dan Li Chi
(upacara-upacara). Konfusianisme ini berlangsung cukup lama sampai pada
masa jatuhnya dinasti Ching (1644-1911). Hal ini mengidentifikasikan
bahwa adanya proses perkembangan komunikasi yang lebih condong pada
penyebaran ajaran-ajaran konfusianisme di Cina.
Aktifitas komuniksi dalam bentuk propaganda juga telah ada di zaman Isa
Almasih. Isa yang pada waktu itu ingin mengajarkan ajaran Allah,
mendapat tantangan dari kaum Yahudi. Isa dianggap bahaya oleh kaum
Yahudi, sehingga orang-orang Yahudi berusaha memancing kemarahan pihak
penguasa Romawi yang ketika itu menguasai Palestina. Akhirnya usaha ini
berhasil mempengaruhi sikap politik penguasa Romawi yang pada awalnya
tidak ikut campur dalam keagamaan, kini berubah haluan memerintahkan
tentaranya untuk menangkap Isa dan menghukum Isa Al Masih. Namun,
catatan sejarah menunjukkan bahwa sebenarnya Isa tidak mati terkutuk di
tiang salib, ia berhasil diselamatkan oleh Pilatus yang telah
bekerjasama dengan yusuf Aritmatea (Injil Yahya, 19:38). Setelah
memperlihatkan bukti-bukti kepada muridnya bahwa beliau tidak mati di
kayu salib (Injil Markus, 16:19-20), maka Al Masih memutuskan atas
perintah Allah untuk meninggalkan Palestina dan menjelajahi berbagai
negeri dimana berdiam suku-suku Israil yang hilang untuk melanjutkan
menyampaikan risalahNya (berdakwah) (kitab Ester 3:6, 1:1, 2:6, dan II
Raja-raja 15:29). Negeri terakhir dimana tempat peristirahatan beliau
adalah Srinagar, India. Komunikasi dalam bentuk ajaran dakwah yang
dilakukan di zaman Isa ini terbukti dengan adanya penjelasan Dalai Lama
(pendeta Budhah Tibet) bahwa Isa adalah salah satu orang suci yang
dihormati dalam ajaran Budhah. Hal ini berkaitan erat dengan kepercayaan
Budhah yang mengatakan bahwa Baghawa Metteya (pengembara kulit putih;
Isa Al Masih) pernah datang mengajarkan ajarannya di India. Juga dengan
diketemukannya scroll (gulungan yang jumlahnya 84.000 gulungan) yang
isinya menceritakan aktifitas penyebaran ajaran Isa di India. Bukti lain
juga dengan ditemukannya kuburan Yus Asaf di Srinagar, Kashmir oleh tim
Jerman Barat yang merupakan kuburan nabi Isa yang meninggal pada usia
120 tahun. (Thre Tribune, Chandigarh, 11 Mei 1984).
Komunikasi di dunia Islam pun sebenarnya telah mengalami perkembangan
yang cukup signifikan. Sama seperti fenomena komunnikasi yang terjadi di
zaman Isa Al Masih, komunikasi Islam pun lebih berorientasi pada sistem
dakwah yang berusaha mengubah atau mempengaruhi alam pikiran seseorang
untuk mengikuti syariat Islam. Peradaban umat Islam dalam kaitannya
dengan perkembangan komunikasi telah mencatatkan sejarah yang cukup
menakjubkan. Pada masa bani Umayah misalnya, telah ditemukannya suatu
cara pengamatan astronomi pada abad 7 M, 8 abad sebelum Galileo Galilei
dan Copernicus. Perhubungan antara Timur dan Barat selama perang Salib
(1100-1300 M ) sangat penting untuk perkembangan komunikasi ilmu
pengetahuan di Eropah. Karena pada waktu ekspansi, Arab telah mengambil
alih kebudayaan Byzantium, Persia, dan Spanyol, sehingga tingkat
kebudayaan Islam jauh lebih tinggi dari pada kebudayaan Eropah (Brower,
1982;41). Universitas Bagdad, Damsyik, Beirut, dan Kairo menyimpan dan
memberikan warisan ilmiah dari India, Persia, Yunani, dan Byzantium,
sehingga Eropah menerima warisan filsafat Yunani melalui orang Arab yang
terlebih dahulu mempelajarinya. Karena bangsa Arab telah menterjemahkan
karya-karya fisuf termasyur seperti Plato, Hipokrates dan Aristoteles.
Sekitar abad ke-14 pada zaman dinasti Yuan (1260-1368), pengaruh Islam
ditandai dengan peneliti di bidang astronomi pertama yang mendirikan
observatorium, yaitu Jamal Al-Din.
Perkembangan komunikasi dalam Islam yang lebih bersifat dakwah tadi
tidak lepas dari kaitannya sebagai bagian dari bentuk komunikasi, karena
dalam bahasa arab, dakwah berarti seruan, panggilan, atau ajakan.
Menurut Salahuddin Sanusi, yang didefinisikan oleh Al Ustadz Bahiyul
Khuli dalam bukunya yang berjudul Tadzkiratud Du’at, dakwah ialah suatu
komunikasi yang ditimbulkan dari interaksi antar individu maupun
kelompok manusia yang bertujuan memindahkan umat dari suatu situasi yang
negatif (zaman jahiliyah) ke situasi yang positif. Pada zaman nabi
Muhammad SAW (570 M-632 M), penyebaran Islam berlangsung dalam waktu
yang relatif singkat (8-9 M). Muhammad melakukan dakwahnya ke Mekah pada
tahun 610 M. Dalam tempo 25 tahun, Muhammad beserta pengikutnya (yang
disebut sebagai Muslim), mengambil alih kekuasaan di kawasan Arab, dan
Islam kemudian berkembang dengan sangat pesatnya. Pada sekitar tahun 650
M, Arab, seluruh daerah timur tengah, serta Mesir dikendalikan oleh
orang-orang Islam, dan pada tahun 700 M, Islam mendominasi area besar
mulai dari daratan China dan India di timur sampai Afrika Utara dan
Spanyol di barat. Cepatnya perkembangan Islam bisa jadi merupakan dampak
dari penggunaan dakwah-dakwah yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam,
seperti; dakwah yang berisi tentang jihad fisabilillah, yaitu jaminan
untuk masuk surga bagi mereka yang mati dalam usahanya untuk
memperjuangkan Islam. Artinya terdapat bentuk komunikasi yang efektif
sehingga dapat mempengaruhi keyakinan jutaan umat dalam waktu yang
sangat singkat.
komunikasi di awali dengan adanya perintah dari Allah kepada Nabi
Muhammad untuk memberikan peringatan (dalam hal ini berdakwah) kepada
umnat manusia untuk percaya kepada Allah. Awalnya komunikasi itu
dilakukan secara diam-diam lalu dilanjutkan secara terbuka seiring dari
wahyu berikutnya yang memerintahkan Nabi untuk berdakwah secara
terang-terangan (Q.S Al-Hijr;94-95).
Dalam media tulisan, sebenarnya telah dirintis oleh Rasulullah, yaitu
ketika beliau mengirimkan surat yang isinya ajakan untuk memeluk Islam
kepada para raja di Eropah. Sebagai contoh, nabi pernah mengirimkan
surat dakwah kepada raja Hiraqla (raja di Roma Timur) yang bernama
Hirakles, raja Habsyi yang bernama Najsyi, dan lain-lain. Dalam setiap
suratnya, selalu dibubuhi stempel yang terbuat dari perak yang
berukirkan tulisan “Muhammadurrasulullah”. Dengan contoh ini, maka
Rasulullah telah merintis sistem jurnalistik dalam melakukan komunikasi
Islam sebagai bentuk dakwah. Dalam perkembangannya, komunikasi telah
sedemikian maju, contoh lain dalam hal diskusi yang merupakan bagian
dari bentuk komunikasi kelompok. Dalam berdakwah, Rasulullah selalu
melakukan komunikasi sebagai dakwah dengan metode yang tepat dan apabila
dicermati akan sangat relevan dengan metode diskusi saat ini. Dalam
dakwahnya, diskusi yang dilakukan pasti didasari hal-hal berikut:
alasannya kuat (hujjah), tutr kata yang arif dan bijak (uslub), dan adab
sopan santun yang baik. Kembali hubungannya de ngan pers sebagai bagian
dari komunikasi, Islam telah merintis perkembangan komunikasi itu
sendiri, sekali lagi dalam bentuk dakwah. Misalnya turun temurunnya
hadits-hadits nabi dan sunnah Rasul. Sejarah telah mengungkapkan kepada
kita bahwa perkembangan dan kecemerlangan ajaran Islam telah menerobos
cakrawala abad dan zaman sera melewati negara-negara dan benua. Ini
berkat para jurnalis-jurnalis Islam seperti Syafi’i ’(yang mazhabnya
mayoritas diadaptasi umat muslim Indonesia), Malik Ahmad Hambali,
Hanafi, Abu Dawud, dan sebagainya yang tulisannya dalam bidang hukum
fiqih. Bidang filsafat seperti Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Imam
Ghazali, Jamaludin Al afgani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridla, dan
lain-lain. Bidang kedokteran, Ibnu Sina telah menulis buku yang berisi
aturan-aturan dalam ilmu kedokteran yang banyak diadaptasi oleh
ilmuwan-ilmuwan dalam bidang kedokteran dewasa ini. Dari uraian ini,
dapat dikatakan bahwa sebenarnya peradaban Islam (dalam kaitannya
sebagai jembatan penghubung sejarah komunikasi) telah melanjutkan atau
mewariskan komunikasi dari ajaran-ajaran Yunani yang telah disinggung di
atas, untuk kemudian baru diadaptasi oleh bangsa Eropa dan seterusnya
Amerika (sebagai dampak dari intellectual migration dari daratan Eropah
ke utara benua Amerika pada masa Hitler).
Melihat uraian sejarah perkembangan komunikasi di zaman pertengahan di
atas, timbullah satu pertanyaan, mengapa aktifitas retorika dalam
kaitannya dakwah yang terjadi di zaman pertengahan tidak dijadikan
bagian dari mata rantai sejarah perkembangn komunikasi oleh para
pemikir-pemikir barat? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat
fase-fase perkembangn ilmu itu sendiri dari zaman ke zaman. Ilmu
berkembang, pertama kali pada masa Yunani kuno. Lalu dilanjutkan pada
zaman pertengahan (yang sebenarnya adalah masa-masa persebaran agama).
Telah disinggung di atas, contoh persebaran agama yang diambil adalah
Islam yang memang berlangsung pada zaman pertengahan. Lalu ilmu
berkembang lagi pada zaman renaissance (14-17 M), dimana kebanyakan
pemikiran tokoh-tokoh pada abad ini sudah bebas dan tidak terikat lagi
oleh dogma-dogma agama. Sebut saja seperti Isaac Newton dan Darwin.
Zaman ini merupakan zaman peralihan dari zaman pertengahan menuju zaman
modern. Ketika di zaman modern, ilmu-ilmu yang berkembang itu lebih
didasari oleh pemikiran-pemikiran yang ilmiah dan empiris. Seperti
Darwin yang sangat fanatik dengan teori evolusinya. Inilah yang mungkin
menyebabkan banyak teori-teori komunikasi yang tidak pernah
mencantumkan nama-nama besar dari cendikiawan-cendikiawan Islam (seperti
Al Kindi, Al Farabi, dll) sebagai tokoh yang berjasa dalam
mengembangkan komunikasi itu sendiri pada zaman pertengahan. Mungkin ini
ada kaitannya dengan masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropah
yang kala itu merupakan zaman keemasan peradaban Islam. Contoh peristiwa
penting yaitu perang Salib yang terulang sebanyak enam kali. Hal ini
tidak hanya menjadi ajang peperangan fisik, tetapi juga menyadarkan
serdadu-serdadu eropah akan kemajuan negara-negara Islam yang sedemikian
pesatnya. Sehingga mereka menyebarkan pengalaman-pengalaman mereka itu
sekembalinya di negara masing-masing. Pada tahun1453 M, Istambul jatuh
ke Turki, sehingga para pendeta atau sarjana mengungsi ke Itali atau
negara-negara lain. Mereka inilah yang menjadi pionir-pionir
perkembangan ilmu di Eropah. Padahal sebenarnya mereka ini mendapatkan
pengetahuannya dari peradaban Islam yang telah maju lebih dulu. Mengenai
perkembangan komunikasi yang lebih cenderung diklaim sebagai bagian
dari perkembangan ilmu pengetahuan di Amerika dan Eropah, sebenarnya
kembali pada pola pemikiran dari manfaat ilmu pengetahuan yang
ditemukan. Pada dasarnya, orang Amerika dan Eropah cenderung untuk
mematenkan suatu ciptaan, sedangkan pemikir-pemikir di Asia dan
peradaban Timur tengah lebih cenderung kepada manfaat dari hasil
temuannya itu. Padahal jelas, sejarah menceritakan secara gamblang bahwa
peradaban yang sangat maju telah berlangsung lebih dulu di Cina dan
Timur Tengah.
Penutup
Penjelasan sejarah di atas sudah cukup membuktikan bahwa sebenarnya
sejarah perkembangan komunikasi sebenarnya tidak pernah terputus. Karena
pada dasarnya hubungan antara komunikasi sebagai bagian dari
perkembangan peradaban manusia begitu erat. Hal ini dikarenakan
aktifitas retorika sudah ada di zaman pertengahan, tetapi memang belum
berbentuk ilmu. Fenomena yang lebih banyak bersifat dakwah (persebaran
agama) ini baru berupa gejala-gejala sosial, dan pada masa itu belum ada
suatu ilmu yang mengkhususkan fokus dan lokus kajiannya tentang
komunikasi. Tetapi setidaknya hal di atas cukup memberikan argumen bahwa
komunikasi merupakan fenomena yang sudah sangat lama terjadi dan baru
dikaji secara utuh sebagai suatu ilmu pada abad ke-19 di daratan
Amerika.
Daftar Pustaka
Effendi, Onong Uchjana. (1993). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.Citra Aditya bakri. Hal. 2-7.
Fathurrohman, D dan Wawan Sobri. (2002). Pengantar Ilmu Politik. Malang: UMM Press. Hal. 2-6
K.MA, Hajarudin. (1994). Isa Almasih A.S Wafat di India. Bogor: CV.Bintang Tsurayya. Hal 15-54.
Kuswata, Agus Toho dan Kuswara Surya Kusumah. (1990). Komunikasi Islam dari Zaman ke Zaman. Jakarta: Arikha Media Cipta.
Prajarto, Nunung. (2002). Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik:
Komunikasi, Akar Sejarah dan Buah Tradisi Keilmuan. Yogyakarta: ……..?
Rogers, Everett M. (1994). A History of Communication Study: A Biographical Approach. New York: The Press. Hal 34-37.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. (1990). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Hal 42-50.
Wahid, Abdurrahman. (1995). Konfusianisme di Indonesia: Pergulatan Mencari Jati Diri. Yogyakarta: INTERFIDEI.
0 komentar:
Posting Komentar