Sabtu, 21 April 2012

Sejarah Singkat PII


Pelajar Islam Indonesia disingkat PII adalah sebuah organisasi Pelajar Islam yang pertama setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Didirikan di Kota Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1947. Para pendirinya adalah Joesdi Ghazali, Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim Zarkasji.
Pembentukan
Salah satu faktor pendorong terbentuknya Pelajar Islam Indonesia (PII) adalah dualisme sistem pendidikan di kalangan umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonialisme Belanda, yakni pondok pesantren dan sekolah umum. Masing-masing dinilai memiliki orientasi yang berbeda. Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara sekolah umum berorientasi ke dunia. Akibatnya pelajar Islam juga terbelah menjadi dua kekuatan yang satu sama lain saling menjatuhkan. Santri pondok pesantren menganggap sekolah umum merupakan sistem pendidikan orang kafir karena produk kolonial Belanda. Hal ini membuat para santri menjuluki pelajar sekolah umum dengan "pelajar kafir". Sementara pelajar sekolah umum menilai santri pondok pesantren kolot dan tradisional; mereka menjulukinya dengan sebutan "santri kolot" atau santri "teklekan".
Pada masa itu sebenarnya sudah ada organisasi pelajar, yakni Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) namun organisasi tersebut dinilai belum bisa menampung aspirasi santri pondok pesantren. Hal ini menjadi kerisauan seorang pelajar STI Yogyakarta, Joesdi Ghazali. Oleh karena itu, pada tanggal 25 Februari 1947 ketika sedang beri'tikaf di Masjid Besar Kauman Yogyakarta, muncul gagasan untuk membentuk suatu organisasi bagi para pelajar Islam yang dapat mewadahi segenap lapisan pelajar Islam. Gagasan tersebut kemudian disampaikan dalam pertemuan di gedung SMP Negeri 2 Setyodiningratan, Yogyakarta. Peserta pertemuan tersebut antara lain: Anton Timur Djaelani, Amien Sjahri dan Ibrahim Zarkasji. Semua yang hadir bersepakat untuk mendirikan organisasi pelajar Islam.
Joesdi Ghazali kemudian menyampaikan kesepakatan tersebut dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), 30 Maret-1 April 1947. Kongres menyetujui gagasan Joesdi Ghazali dan memutuskan melepas GPII Bagian Pelajar untuk bergabung dengan organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk. Selanjutnya peserta kongres GPII yang kembali ke daerah masing-masing juga diminta untuk memudahkan berdirinya organisasi khusus pelajar Islam di daerah masing-masing.
Menindaklanjuti keputusan kongres, pada Minggu, 4 Mei 1947, diadakan pertemuan di kantor GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri Joesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani dan Amien Syahri dari GPII Bagian Pelajar, Ibrahim Zarkasji dari Yahya Ubeid dari Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Multazam dan Shawabi dari Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah (PERKISEM) Surakarta, serta Dida Gursida dan Supomo NA dari Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia (PPII) Yogyakarta. Rapat yang dipimpin oleh Joesdi Ghozali itu kemudian memutuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat pada pukul 10.00, 4 Mei 1947 M/ 12 Jumadits Tsani 1366 H. Hari pembentukan PII tersebut diperingati sebagai Hari Bangkit PII (HARBA PII). Hal dianggap sebagai momen kebangkitan dari gagasan yang sebelumnya sudah terakumulasi, sehingga tidak digunakan istilah hari lahir atau hari ulang tahun.
Revolusi Fisik
Tak lama setelah PII berdiri pada tahun, pada tahun 1947 Belanda melancarkan agresi militer yang pertama. Dalam agresi ini kader PII terlibat dalam revolusi fisik melalui pembentukan Brigade PII di Ponorogo pada 6 November 1947 yang dipimpin oleh Abdul Fattah Permana. Korps yang baru dibentuk ini ikut serta sebaga pendamping Jenderal Sudirman dalam perang gerilya. Secara khusus Jenderal Sudirman mengapresiasi peran PII dalam pidatonya pada peringatan Hari Bangkit I PII tahun 1948 di Yogyakarta
"Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada anak-anakku di PII, sebab saya tahu bahwa telah banyak korban yang telah diberikan oleh PII kepada negara. Teruskan perjuanganmu. Hai anak-anakku Pelajar Islam Indonesia. “Negara di dalam penuh onak dan duri, kesukaran dan rintangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia."
AFS
Pada tahun 50-an PII melakukan berbagai kerjasama pendidikan dengan berbagai negara. Salah satu aktifitas yang dilakukan adalah American Field Service (AFS) berupa pertukaran pelajar di Indonesia dengan di Amerika. Beberapa kader PII yang merupakan alumni AFS ini adalah Taufiq Ismail, Tanri Abeng, dan ZA. Maulani. Belakangan program ini diambil alih oleh Pemerintah RI.
Angkatan 66
Setelah mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959, Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaaan negara di tangannya sendiri. Soekarno mengajukan konsep persatuan antar ideologi yang dikenal dengan NASAKOM (Nasionalis-Agama-Komunis). PII yang sejak semula tidak sejalan dengan PKI menolak konsep itu bersama dengan elemen lain seperti HMI dan GPII. Pada tahun 1962, GPII dibubarkan serta dilanjutkan dengan usaha pembubaran HMI. Saat itulah PII mengeluarkan pernyataan, "Langkahi mayat PII sebelum membubarkan HMI".
Perseteruan PII dan PKI terus berlanjut terutama setelah pembubaran Masjumi di tahun 1960. PKI menggelari anak-anak PII sebagai Masjumi bercelana pendek. Puncak perseteruan itu berubah menjadi teror yang dilancarkan oleh organ PKI di Kanigoro, Kediri. Teror ini dikenal sebagai Teror Subuh di Kanigoro (Kanigoro Affairs) pada Januari 1965. Saat itu ratusan kader PII yang sedang melaksanakan kegiatan Mental Training diserbu oleh ratusan organ PKI.
Pada tahun 1966 PII mengkonsolidasi kekuatan pemuda pelajar dalam sebuah gerakan bernama KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Ketua Umum PB PII saat itu, M. Husni Thamrin, dipilih sebagai Sekretaris Jenderal KAPPI. Segera setelah itu KAPPI berdiri di berbagai daerah di Indonesia melalui jaringan PII sebagai pelopornya. KAPPI menjadi sarana efektif penyuaraan Tritura setelah terkekangnya aktifitas KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan KAPPI tak jarang mengakibatkan kontak fisik dengan aparat keamanan. Beberapa kader PII/KAPPI tewas dalam gelombang demonstrasi tersebut antara lain Ichwan Ridhwan Rais di Jakarta, Hasanuddin di Banjarmasin, Syarif Alqadri di Makassar, Ahmad Karim di Bukittinggi, dan masih banyak yang lainnya.
Bawah Tanah
Pada tahun 1985 pemerintah Orde Baru menerbitkan Undang-Undang Keormasan No. 8 tahun 1985. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa setiap organisasi kemasyarakatan di Indonesia harus mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas atau asas tunggal. Undang-undang ini merupakan bagian dari paket Undang-Undang Politik dimana sebelumnya telah ada undang-undang yang mengatur hal yang sama untuk Partai Politik. Organisasi Kemasyarakatan diberi waktu selama dua tahun untuk menyesuaikan diri sebelum dikenai sanksi.
Terdapat tarik-menarik yang cukup heboh tentang masalah ini. Pada prinsipnya semua organisasi kemasyarakatan sepakat dan mengakui Pancasila sebagai dasar negara namun terjadi penolakan apabila semua organisasi dipaksakan menyesuaikan asas mereka dengan dasar negara. NU adalah ormas Islam yang paling cepat menyesuaikan diri dengan UU tersebut. Sedangkan Muhammadiyah akhirnya menerima setelah melalui proses yang cukup alot. HMI yang merupakan organisasi mahasiswa Islam terbesar akhirnya pecah menjadi dua kubu yakni HMI Dipo di bawah pimpinan Harry Azhar Aziz yang kemudian dilanjutkan oleh M. Saleh Khalid dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) di bawah pimpinan Eggie Sudjana. Kubu Dipo menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas sedangkan HMI MPO menolak menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Kedua HMI ini masing-masing mengaku sebagai HMI yang sah.
Di PII sendiri bukan tidak ada perbedaan pendapat tentang masalah ini. Sebagian memilih menyesuaikan diri dan sebagian yang lain menolak. Kubu yang menolak beralasan bahwa negara tidak boleh mengatur secara paksa urusan internal ormas. Sementara kelompok yang menerima beralasan bahwa PII tidak perlu terlalu memperhatikan masalah itu karena pada dasarnya PII akan lebh banyak berkutat pada masalah pelajar. Tarik-tarik ini baru selesai pada saat Deklarasi Cisarua yang memutuskan bahwa PII menolak menyesuaikan diri dengan asas tunggal. Pada 17 Juni 1987, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan pembekuan PII dan larangan segala aktifitas yang mengatasnamakan PII di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah dibekukan, secara resmi PII sudah terlarang melakukan berbagai aktifitas di Indonesia. Namun pada kenyataannya kegiatan PII tetap berjalan seperti biasa namun disiasati dengan menggunakan nama samaran. Di beberapa daerah, Pengurus Daerah PII berkegiatan dengan menggunakan nama Kelompok Belajar, Kelompok Pengajian, Kelompok Arisan, serta Kelompok Hobi. Untuk kegiatan Kaderisasi, PB PII mengantisipasi dengan memperkenalkan model kaderisasi yang disebut "Sebelas Bintang, Matahari Plus Rembulan". Model ini dengan segera berkembang menjadi sistem kaderisasi alternatif selama masa pembekuan. Dengan cara ini, kegiatan PII tetap berjalan walaupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Reformasi
Menjelang Reformasi 1998, PII sedang mempersiapkan diri untuk kembali menjadi organisasi formal dalam pentas gerakan pemuda/pelajar di Indonesia. Untuk itu PII menerapkan "Strategi Kulit Bawang" dimana PII mempunyai dua Anggaran Dasar. Satu Anggaran Dasar yang asli untuk kebutuhan internal, dan satu lagi Anggaran Dasar samaran untuk legalisasi di Departemen Dalam Negeri.
Dari segi kaderisasi, PII sebelum reformasi juga menyiapkan sistem kaderisasi terbaru bernama Sistem Ta'dib.
Keanggotaan dan Kepemimpinan
Keanggotaan
Keanggotaan di PII ditandai dengan beberapa jenis. Jenis pertama Anggota Tunas yaitu pelajar tingkat seolah dasar yang mengikuti kegiatan pembinaan di PII. Kedua, Anggota Muda yakni pelajar tingkat sekolah menengah yang mengikuti pembinaan PII. Ketiga, Anggota Biasa yakni pelajar tingkat menengah yang telah mengikuti Basic Training PII. Keempat, Anggota Luar Biasa yakni pelajar asing yang menjadi Anggota PII. Kelima, Anggota Kehormatan yakni orang-orang yang berjasa pada PII dan diangkat sebagai anggota.
Dari semua jenis anggota itu yang mempunya hak dan kewajiban penuh untuk beraktifitas, dipilih dan memilih di PII hanya Anggota Biasa.
Kepemimpinan
Pengurus Komisariat
Pengurus Komisariat PII adalah unit terdepan pembinaan pelajar. Pengurus Komisariat berbasis di sekolah SMP atau SMA, Mesjid, atau Kelurahan. Pengurus Komisariat dipilih dalam Musyawarah Komisariat untuk masa bakti 1 tahun. Personil Pengurus Komisariat berusia rata-rata 13-17 tahun.
Pengurus Daerah
Pengurus Daerah PII adalah unit Kepemimpinan satu tingkat di atas Komisariat. Pengurus Daerah berbasis di daerah Kota atau Kabupaten walaupun tidak tertutup kemungkinan ada 2 pengurus daerah dalam satu kabupaten. Pengurus Daerah dipilih dalam Konferensi Daerah untuk masa bakti 1 tahun. Personil Pengurus Daerah berusia rata-rata 13-17 tahun. Dalam satu Pengurus Daerah biasanya ada 3 institusi yakni Badan Induk, Koordinator Daerah Badan Otonom PII Wati serta Koordinator Daerah Badan Otonom Brigade PII. Di Pengurus Daerah juga terdapat Korps Pemandu dan Muallim.
Pengurus Wilayah
Pengurus Wilayah PII adalah unit Kepemimpinan satu tingkat di atas Daerah. Pengurus Wilayah berbasis di daerah Propinsi walaupun tidak tertutup kemungkinan ada 2 pengurus wilayah dalam satu propinsi. Pengurus Wilayah dipilih dalam Konferensi Wilayah untuk masa bakti 2 tahun. Personil Wilayah berusia rata-rata 18-22 tahun atau sedang menjadi mahasiswa S1. Dalam satu Pengurus Wilayah biasanya ada 3 institusi yakni Badan Induk, Koordinator Wilayah Badan Otonom PII Wati serta Koordinator Wilayah Badan Otonom Brigade PII. Di Pengurus Wilayah juga terdapat Korps Instruktur
Pengurus Besar
Pengurus Besar PII adalah unit Kepemimpinan tertinggi di PII. Pengurus Wilayah dipilih dalam Muktamar Nasional untuk masa bakti 2 tahun. Personil Pengurus Besar rata-rata diisi oleh mahasiswa S1 tingkat akhir dan Mahasiswa S2. Dalam Pengurus Besar biasanya ada 3 institusi yakni Badan Induk, Koordinator Pusat Badan Otonom PII Wati serta Koordinator Pusat Badan Otonom Brigade PII ditambah dengan Badan dan Lembaga Khusus. Di Pengurus Besar terdapat Dewan Ta'dib.
Badan Otonom
Korps Brigade PII
Brigade PII adalah badan otonom PII yang berbentuk kelasykaran/ketentaraan. Ia ia merupakan salah satu dari pasukan rakyat yang berjuang melawan penjajah. Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, terbentuk lasykar-lasykar dari rakyat banyak yang turut membantu TKR (Tentara Keamanan Rakyat)antara lain TRI Hizbullah, BPRI (Baris dan Pemberontakan RI), TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar Jawa Timur), Sabilillah, Tentara Pelajar IPPI, TPI (Tentara Pelajar Islam Aceh), CM Corps – Mahasiswa, CP (Corps Pelajar Solo) dan lain sebagainya.
Brigade PII diresmikan pada tanggal 6 November 1947 dengan Komandan Abdul Fattah Permana. Walaupun baru diresmikan pada tahun 1947, sebenarnya sebelumnya telah ada aktifitas ke-brigade-an di PII. Satuan yang telah ada sebelum peresmian Brigade PII adalah TPI (Tentara Pelajar Islam Aceh). Terdapar sebanya 12.000 orang anggotanya yang langsung dikoordinir di bawah komando Komandan Koordinator Pusat Brigade PII saat itu.Di antara pimpinan TPI Aceh ialah Hasan Bin Sulaiman, Hamzah SH, dan Ismail Hasan Metareum SH
Brigade PII juga terlibat dalam perlawanan terhadap pemberontakan PKI di Madiun. Pada saat itu, Komandan Brigade PII Madiun Surjo Sugito yang masih belajar di Sekolah Menengah, tewas. Ketika era bawah tanah, peran Brigade yang paling utama adalah menyelamat missi dan eksistensi organisasi. Tak jarang Brigade memainkan peran yang seharusnya diperankan oleh badan induk PII yang sedang dibekukan oleh pemerintah Orde Baru.
Korps PII Wati
Korps PII adalah Badan Otonom PII yang khusus melakukan pembinaan pelajar putri. Pada awalnya gagasan Korps PII Wati lahir di Training Centre (TC) Keputerian PII se-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 20-28 Juli 1963 di Surabaya. Dalam TC berkembang kesadaran kuat untuk meningkatkan peranan dan kualitas kader dan kepemimpinan PII Wati serta menghapus citra negatif peran PII Wari hanya sebagai pengelola konsumsi. Selain itu juga ada fakta bahwa kesempatan bagi pelajar puteri untuk mengembangkan diri di PII relatif lebih terbatas dan pendek dibandingkan pelajar putra. Oleh karena itu peserta TC merumuskan gagasan pembentukan suatu wadah alternatif yang diharapkan mampumempercepat proses kaderisasi kepemimpinan puteri dalam masa aktif yang pendek tersebut.
Pada akhir 1963, Bagian Keputrian PW PII Yogjakarta Besar mulai membentuk Korps PII Wati Yogjakarta Besar. Selanjutnya dalam sidang keputerian Muktamar PII X Juli 1964 di Malang, Koprs PII Wati Yogyakarta Besar diwakili St. Wardanah AR, Masyitoh Sjafei dan Hafsah Said mengajukan usulan pembentukan Koprs PII Wati. Sementara Sri Sjamsiar dari PB PII juga mengajukan usul serupa. Kedua usulan itu diterima dalam Muktamar tersebut. Selanjutnya Rapat Pleno I PB PII periode 1964-1966 yang dilangsungkan pada tanggal 6 September 1964 menugaskan Sri Sjamsiar selaku Ketua IV untuk mengkoordinir tindak lanjut Keputusan Muktamar X itu. Sebagai hasil dari tindak lanjut tersebut terbentuk Koprs PII Wati dengan Ketua pertama Siti Habibah Idris.
Dalam perkembangan selanjutnya, Korps PII Wati semakin mandiri. Pengurus Korps PII wati tidak lagi dipilih dari bidang keputrian, namun dipilih dalam musyawarah khusus dalam institusi musyawarah PII. Korps PII wati juga memiliki struktur yang otonom sampai ke tingkat komisariat PII.
Pengurus Besar dari masa ke masa
No
Ketua Umum
Sekretaris Jenderal
Komandan Brigade
Ketua PII Wati
Dari
Sampai
1
Joesdi Ghazali
Ibrahim Zarkasji
belum ada
belum ada
1947
1947
2
Noersjaf
Joesdi Ghazali
Abdul Fattah Permana
belum ada
1947
1948
3
Anton Timoer Djailani
A. Halim Tuasikal

belum ada
1948
1950
4
Anton Timoer Djailani
A. Halim Tuasikal

belum ada
1950
1952
5
Ridwan Hasjim


belum ada
1952
1954
6
Amir Hamzah Wirjosoekanto


belum ada
1954
1956
7
Ali Undaja


belum ada
1956
1958
8
Wartomo Dwijuwono
Agus Sudono

belum ada
1958
1960
9
Thaher Sahabuddin
Endang T. Djauhari

belum ada
1960
1962
10
Ahmad Djuwaeni

belum ada
1962
1964
11
Syarifuddin Siregar Pahu
M. Husni Thamrin

St. Habibah Idris
1964
1966
12
M. Husni Thamrin (1966), Utomo Dananjaya (1966-1969)
Utomo Dananjaya (1966), Mansur Amin (1966-1969)
Gomsoni Yasin
Wifra Ilyas
1966
1969
12
Khozien Arief


1966
1969
14
M. Husein Umar
Khozien Arief


1969
1973
14
Mansur Amin


1969
1973
15
Yusuf Rahimi


Nurdiati Akma
1973
1976
16
Ahmad Jonanie Aloetsjah
Nasroul Hamzah


1976
1980
17
Masyhuri Amin Mukhri



1980
1983
18
A. Rasyid Muhammad


1983
1986
19
Chalidin Yacobs
Mukhlis Abdi


1986
1989
20
Agus Salim
Abdullah Baqir Zein


1989
1992
21
Syaefunnur Maszah
Abdul Rahman Farid

Marfuah Musthafa
1992
1995
22
Zaenul Ula MJ (1995-1996), Asep Efendi (1996-1997), Subarman HS (1997-1998)
Supriatna
Istianah Hamid
1995
1998
23
Djayadi Hanan
Irfan Maulana Amrullah (1998-1999), Rofiq Azhar (1999-2000)
Ujang Supriadi (1998-1999), Herry D. Kurniawan (1999-2000)
Tirta Murlina
1998
2000
24
Abdi Rahmat
Fajar Nursahid (2000-2001), Muhammad Sudjatmoko (2001-2002)
Muhammad Shood Solehuddin
Nani Hayati (2000-2002), Desi Refida Minda Sari (2002)
2000
2002
25
Zulfikar
Romdin Azhar (2002-2003), Tri Suhari Yadi (2003-2004)
Zaenal Abidin
Aryani Patimah
2002
2004
26
Delianur
Jen Zuldi RZ (2004-2005), Pujo Priyono (2005-2006)
Nurdiansyah
Hanik Riwayati
2004
2006
27
Muhammad Zaid Markarma
Nuril Anwar (2006-2007), Yudi Helfi (2007-2008)
Deni Rusdiana (2006-2008), Jamaluddin Hidayat (2008)
Nur Amelia
2006
2008
28
Nashrullah Al-Ghifary
Ahmad Jojon Novandri
Ahmad Syahidin
Nur Amelia (2008-2009), Ulfa Elvia Baroroh (2009-2010)
2008
2010
29
Muhammad Ridha
Ridhwan Zulmi (2010-2011), Dede Rahmat (2011-2012)
Zulfikar Kareung
Maryam Ali
2010
2012
Kaderisasi
Organisasi ini mempunyai pola kaderisasi berjenjang yang mengkombinasikan aktivisme, intelektualisme, dan religiusitas yang disebut Ta'dib. Istilah Ta'dib dikembangkan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas walaupun PII tidak mendasarkan Ta'dibnya kepada pemikiran Naquib. Istilah Ta'dib digunakan sebagai pembeda dari istilah tarbiyah yang menurut penyusun konsep kaderisasi PII tidak bermakna spesifik. Konsep tarbiyah bersifat umum sementara ta'dib lebih bersifat spesifik pada pendidikan dalam rangka menciptakan manusia yang lebih beradab.
Ta'dib sendiri merupakan sistem kaderisasi baru yang digunakan PII sejak era reformasi yang menandai munculnya kembali PII di ranah kehidupan publik setelah dibekukan oleh perintah orde baru dalam kasus pemaksaan asas tunggal. Sistem ini mengkombinasikan tiga model pembinaan kader melalui jalur training, ta'lim dan kursus.
Sistem Kaderisasi PII merupakan suatu pendekatan progresif dalam pembelajaran di Indonesia. Para kader dididik dengan pendekatan partisipatif dalam paradigma pendidikan orang dewasa (andragogi) yang mendorong tumbuhnya kesadaran kritis semenjak dini. Dalam pendidikan di PII setiap warga belajar dihormati sebagai orang dewasa yang sudah mempunyai pengetahuan sehingga keberadaan mereka dihargai. Dalam proses pendidikan model ini, para instruktur bukanlah guru yang paling tahu tentang materi yang sedang dibahas melainkan hanya fasilitator yang juga belajar dalam proses itu. Pendekatan ini telah dilakukan PII semenjak tahun 1960-an.
Training
Training merupakan jantung kaderisasi PII. Durasi training berlangsung selama masing-masing 6 - 8 hari. Ada 3 jenjang training yakni Basic Training, Intermediate Training, dan Advanced Training
Ta'lim
Ta'lim merupakan sarana pembinaan keislaman kader secara berkelanjutan. Terdapat 3 jenjang ta'lim yakni Ta'lim Awwal, Ta'lim Wustha, dan Ta'lim 'Aly
Kursus
Melalui kursus kader PII diberikan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan baik dalam bidang keislaman, kepemimpinan, maupun ilmu pengetahuan. Terdapat banyak paket kursus di PII seperti Forum Perkenalan Anggota (Foperta), Belajar Islam Bersama (BIB), Telaah Nilai Kepribadian Muslimah (TNKM), Pendidikan Kader Tunas (PKT), Latihan Dasar Intensif Brigade (LDIB), Latihan Brigade Tingkat Dasar (LBTD), Latihan Brigade Tingkat Lanjut (LBTL), Forum Pacu Prestasi Studi (Forpasdi), Pendidikan Muallim, Pendidikan Pemandu, Pendidikan Instruktur Dasar dan Lanjut, serta banyak kursus lainnya.
Kerjasama Internasional
Sejak lama PII telah membuka kerjasama internasional dengan berbagai lembaga pelajar yang ada di berbagai negara. PII adalah pendiri Persatuan Pelajar Asia Tenggara (PEPIAT) bersama dengan PKPIM di Malaysia. PII juga anggota pendiri di International Islamic Federation of Students Organization (IIFSO), anggota di World Assemby of Moslem Youth (WAMY), dll. Pada tahun 1995, Ketua Umum PB PII Abdul Hakam Naja terpilih sebagai Financial Secretary IIFSO. Setelah itu pada tahun 2007, Ketua Umum PB PII Muhammad Zaid Markarma terpilih sebagai Sekretaris Jenderal PEPIAT.
Alumni PII
Sebagai organisasi kader, masa aktif di PII sangat terbatas hanya pada usia sekolah/mahasiswa. Setelah itu, seorang kader menjadi alumni PII dan dikenal sebagai Keluarga Besar PII. Sebagian alumni PII melanjutkan aktifitasnya di organisasi atau lembaga lain sehingga seringkali lebih dikenal sebagai tokoh di lembaga tersebut. Sebagian besar alumni PII tahun 1960-an identik dengan alumni HMI selain ada juga yang menjadi anggota IMM, PMII, dan lainnya. Selanjutnya sebagian melanjutkan ke jalur politik namun cenderung tidak monolitik sehingga tersebar di berbagai Partai Politik mulai dari Parpol Islamis sampai Parpol Sekular. Di samping jalur politik, tidak sedikit di antara mereka menjadi kaum profesional, pegawai, pengusaha, guru, tentara, pendakwah, pekerja sosial dan lainnya. Beberapa alumni PII antara lain Adi Sasono (ICMI), Umar Anggara Jenie (Peneliti Senior), Sugeng Sarjadi (SSS), Utomo Danajaya (Paramadina), Jimly Asshiddiqie, Hatta Rajasa, Sutrisno Bachir, Ganjar Kurnia (Rektor Universitas Padjajaran), Taufiq Ismail (Penyair), Ebiet G. Ade (Penyanyi), Sofyan Djalil (Profesional), KH. Cholil Ridhwan (MUI), Arief Rachman (Pakar Pendidikan), Hasyim Muzadi (NU), Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden RI), Mustafa Abubakar, (Meneg BUMN), AM Fatwa, Tifatul Sembiring (Menkominfo), Hidayat Nur Wahid mantan Ketua MPR 2004-2009, Muhammad Yusuf Asy'ari mantan Menag Perumahan Rakyat Kabinet Bersatu Jilid I dan MS Kaban mantan Menhut Kabinet Bersatu Jilid I.
Sebagai sarana komunikasi antar alumni PII, sejak 23 Mei 1998 dibentuk suatu wadah Perhimpunan Keluarga Besar PII (Perhimpunan KB PII) yang menggalang sinergitas antar alumni PII dari berbagai sektor. Perhimpunan KB PII pernah dipimpin oleh Letjend (Purn) Z.A. Maulani(1998-2001; 2001-2005), Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (2005-2008), dan DR. Tanri Abeng (2008-2011) sebagai Ketua Umum. Saat ini Perhimpunan KB PII dipimpin oleh Ketua Umum Soetrisno Bachir untuk periode 2011-2015.
[Daftar Pimpinan Perhimpunan KB PII dari masa ke masa
No
Ketua Umum
Sekretaris Jenderal
Dari
Sampai
1
Letjend (Purn) Zaini Azhari Maulani
Drs. Hidajat
1998
2001
2
Letjend (Purn) Zaini Azhari Maulani
Drs. Hidajat
2001
2005
3
Prof. DR. M. Ryaas Rasyid
Drs. M. Natsir Zubaidy
2005
2008
4
Drs. A. Rasyid Muhammad
2008
2011
5
Djayadi Hanan, S.Sos, M.Si, MAIA, MA
2011
2015

0 komentar:

Posting Komentar